Pidato 3 menit Jokowi sekelas dengan Obama dan inilah alasannya
Ketika sekitar 3 tahun lalu Huffington Post menobatkan Obama sebagai orator terulung ketiga (di jajaran presiden Amerika, setelah John F Kennedy dan Roosevelt), saya menyimak dengan cukup antusias. Seperti dapat Anda lihat di dalam link Huffington Post ini, secara singkat dapat saya rangkumkan bahwa Obama didapuk sebagai pembicara yang ulung dikarenakan:
- Obama menulis sendiri semua pidatonya
- Memiliki body language yang baik
- Obama mampu menginspirasi pendengarnya
- Obama mampu “membawa” para pendengarnya ke dalam pidatonya (pendengar terbawa ke dalam aliran cerita Obama)
- Obama merupakan pembicara yang kreatif, terlihat misalnya dari kemampuannya merespon dan menyelipkan humor
Akan tetapi, saya mempunyai pandangan sendiri mengenai hal ini. Mengapa dia hebat dalam berpidato?
Berpidato itu sama saja dengan beriklan. Iklan TV yang baik akan lekat dalam ingatan pemirsanya, mengendap dalam pikirannya, dan tanpa sadar mempengaruhi pemirsanya untuk membeli produk.
Sekarang mari kita ambil 4 contoh: George Bush, Bill Clinton, Obama, dan Martin Luther King, Jr. Ada tidak yang ingat apa isi pidato mereka?
Jikapun sebagian dari kita tidak pernah menyimak pidato mereka, tetapi ketika seseorang menyebut Martin Luther King, Jr., tentu hal yang paling diingat darinya adalah bagian dari pidatonya yang terkenal sepanjang masa: “I HAVE A DREAM”. Demikian halnya dengan Obama, yang dalam pidato inaugurasinya berkali-kali menyatakan slogan: “YES, WE CAN”. Pun demikian halnya dengan John F Kennedy yang terkenal dengan slogan “ICH BIN EIN BERLINER”-nya yang mengguncang daratan Eropa di suatu masa.
Atas dasar inilah saya berani menyatakan dalam judul tulisan ini: “Pidato 3 menit” Jokowi sekelas dengan Obama. Ketika tempo hari para pasangan capres-cawapres mendapatkan nomor urut dan diberi kesempatan untuk berpidato selama 3 menit (silahkan simak video berikut), saya mencatat beberapa hal:
1. Bahasa tubuh
Ketika meninggalkan dan menuju podium (misalnya di menit 4:00 - 4:32), terlihat perbedaan cara berjalan capres satu dan lainnya. Capres #1 (Prabowo) berjalan dengan tergopoh-gopoh (dan akibatnya mencerminkan sedikit aura inferior), sedangkan capres #2 (Jokowi) berjalan dengan langkah pasti, tegap, dengan tangan bebas mengayun (mencerminkan aura percaya diri, kalau tidak bisa saya bilang kharismatik).
Ketika meninggalkan dan menuju podium (misalnya di menit 4:00 - 4:32), terlihat perbedaan cara berjalan capres satu dan lainnya. Capres #1 (Prabowo) berjalan dengan tergopoh-gopoh (dan akibatnya mencerminkan sedikit aura inferior), sedangkan capres #2 (Jokowi) berjalan dengan langkah pasti, tegap, dengan tangan bebas mengayun (mencerminkan aura percaya diri, kalau tidak bisa saya bilang kharismatik).
2. Isi dan nuansa pidato
Ketika saya memperhatikan video Prabowo yang hanya 3 menit, setelah menit ke-2 saya mulai bertanya-tanya dalam hati, apa isi yang hendak disampaikan. Beliau menyebut satu persatu pihak-pihak yang ingin diberinya ucapan terima kasih. Banyak yang berpendapat bahwa hal ini mencerminkan kerendahan hatinya apalagi beliau juga menyebut nama-nama “kubu lawan”-nya. Pendapat saya yang sejujurnya? Untuk seorang Prabowo yang kabarnya terkenal jago pidato, saya menganggap pidatonyaboring, dry, and dull. Isi pidatonya tidak memiliki substansi yang berarti, padahal ini adalah salah satu momen di mana dia one-to-one bisa dibandingkan dengan kubu lawannya. Singkatnya, menurut saya pidatonya bertele-tele dan bisa dibuat dengan lebih baik.
Ketika saya memperhatikan video Prabowo yang hanya 3 menit, setelah menit ke-2 saya mulai bertanya-tanya dalam hati, apa isi yang hendak disampaikan. Beliau menyebut satu persatu pihak-pihak yang ingin diberinya ucapan terima kasih. Banyak yang berpendapat bahwa hal ini mencerminkan kerendahan hatinya apalagi beliau juga menyebut nama-nama “kubu lawan”-nya. Pendapat saya yang sejujurnya? Untuk seorang Prabowo yang kabarnya terkenal jago pidato, saya menganggap pidatonyaboring, dry, and dull. Isi pidatonya tidak memiliki substansi yang berarti, padahal ini adalah salah satu momen di mana dia one-to-one bisa dibandingkan dengan kubu lawannya. Singkatnya, menurut saya pidatonya bertele-tele dan bisa dibuat dengan lebih baik.
Adapun pidato Jokowi, justru sedikit melampaui ekspektasi saya. Jokowi meringkas semua pihak yang ingin diberinya ucapan terima kasih dengan merujuknya sebagai “Ibu dan Bapak sekalian yang saya hormati”. Singkat, ringkas, dan efisien. Cocok dengan negara ini yang memerlukan pembaruan dan terobosan.
Jokowi juga menciptakan beberapa momen pause yang membuat pendengar menanti dengan penuh antisipasi. Bayangkan jika Jokowi menyampaikan hal yang sama seperti pidato sebelumnya, bukan hanya pidatonya akan sangat membosankan, tetapi juga bisa-bisa dituduh tukang jiplak :D
Hal yang paling penting dicatat adalah, dalam waktu yang hanya 3 menit, Jokowi meluncurkan slogan “nomor 2 adalah keseimbangan”, “nomor 2 adalah harmoni”. Jokowi bertutur dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami semua orang, bagaimana komponen-komponen tubuh kita memiliki simbol keseimbangan, sama halnya dengan nomor urutnya. Barangkali tidak sedahsyat “Yes We Can” yang berulang-ulang diteriakkan Obama, akan tetapi saya cukup puas menyimak pidatonya. Seorang orator ulung tahu, penting untuk menciptakan slogan atau jargon yang mudah diingat. Singkatnya, sesuai dengan jargon McDonald’s, kesan saya adalah “I’m lovin’ it”!
~ Dari kampung Ruhr, Jerman, 4 Juni 2014~
sOURCE : http://politik.kompasiana.com/
No comments:
Post a Comment