Jokowi Presiden Paling Cerdas
Presiden Jokowi, makin popular diakhir masa 100 hari pemerintahannya. Langkah-langkah kontroversial yang telah diambilnya menimbulkan beragam tafsir. Intinya,tafsir yang ada, memojokkkan Jokowi. Seakan Presiden yang tidak pro pada rakyat, Presiden Boneka, dan Presiden yang mencla-mencle. Puncaknya ketika Jokowi menggoreng-goreng kasus BG hingga menimbulkan polemik terbuka antara KPK vs POLRI.
Semua pengamat berteriak, agar Jokowi segera menyelesaikan soal BG, mengambil sikap tegas dan segera melantik atau mengurungkan pelantikan. Sikap segera dan tegas, diartikan sebagai sikap seorang pemimpin. Keputusan pada kasus BG dianggap sebagai pertaruhan bagi kelanjutan kepemimpinannya.
Benarkah anggapan itu? apakah Jokowi tak menyadarinya, atau memang Jokowi tak tahu akan akibat yang akan diterimanya? Bagaikan seorang yang nothing to loose, Jokowi malah meninggalkan PR besarnya, untuk selanjutnya meninggalkan tanah air, melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negri.
Konyolkah apa yang dilakukan Jokowi? Pertanyaan inilah yang mendesak untuk dijawab. Dengan demikian, kita akan mengerti, paling tidak, dapat memaklumi latar belakang, apa yang telah dilakukan Jokowi.
Jika benar, usulan pengangkatan BG dilakukan karena ada “pesanan” dari luar, dan jika benar, Jokowi memang sudah tahu, bahwa BG memiliki rekening gendut. Maka usulan calon tunggal terhadap BG sebuah langkah cerdas.
Dengan sangat cepat, usulan itu ditangkap KPK, dengan cepat pula KPK menjadikan BG sebagai tersangka. Terbuka sudah kedok siapa sesungguhnya BG? Keterbukaan tanpa melalui tangan Jokowi, melainkan melalui KPK. Satu Point untuk Jokowi.
Jokowi, tetap melanjutkan usulan tentang BG untuk di bahas di DPR. Dengan suara bulat DPR menyetujuinya. Satu lagi Point untuk Jokowi. Point yang berharga untuk tidak mempermalukan sang “inisiator” pengusul BG. Sekaligus kartu truff untuk Jokowi jika kelak harus mengangkat BG.
Cukupkah dua point untuk Jokowi. Belum. Jokowi masih memerlukan point-point berikutnya. Jokowi memerlukan pertemuan dengan Prabowo, Abu Rizal Bakrie dan ketua-ketua umum partai dari koalisi KMP. Tujuannya apa? Jelas, untuk memberikan sinyal bahwa sebenarnya “inisiator” pengusul BG bukan dirinya. Point ke tiga untuk Jokowi. Sekaligus memberikan sinyal pada sang “inisiator” bahwa sebenarnya, jika diperlukan, Jokowi dapat melakukan perlawanan pada sang “inisiator”. Bukankah dia tidak sendiri, sinyalnya jelas, Jokowi dapat diterima baik di kelompok KMP, jika terpaksa dia harus meninggalkan “kubu”nya selama ini untuk menyeberang ke kubu tetangga.
Dengan waktu yang tidak jelas, BG tentu resah, tak mengerti kemana harus melawan atau mengadakan reaksi. Kemungkinannya hanya dua. Kepada Jokowi atau pada KPK? Kepada Jokowi, sangat riskan. Sikapnya belum dapat ditebak dan melawan kepala Negara sebagai “Boss” dari Polri tentu akibatnya sama dengan bunuh diri. Maka tak ada pilihan lain kecuali alternative kedua. Jadilah BG melawan KPK. Point ke empat untuk Jokowi. KPK jadi lemah. Ingat, Jokowi gak bersih-bersih amat. Kasus Bus Trans-Jakarta, masih menyisakan PR untuk Jokowi. Dengan lemahnya KPK, untuk sementara Jokowi aman.
Jokowi melantik team penasehat yang terdiri dari Sembilan orang. Tanpa Kepress. Apakah disengaja? Tentu, karena tanpa keppress Jokowi bisa mengelak jika keputusan yang dia titipkan pada team Sembilan ternyata ditolak masayarakat. Dengan suara seorang negarawan sekelas Syafe’I Maarif, sinyal penolakan terhadap BG sekali lagi disuarakan. Siapakah politisi yang tidak segan untuk berhadapan head to head pada seorang negawan sekelas Syafe’I Maarif. Point ke lima untuk Jokowi
Bahaya latent BG belum selesai. Jokowi, sebelum kepergiannya keluar negri, menjamu pada petinggi keempat angkatan dan Polri. Tak ada makan siang yang gratis. Tentunya Jokowi meninggalkan isyarat, jika ada “sesuatu” pada BG maka tugas plt Kapolri untuk menyelesaiakannya. Jika tidak selesai juga, maka tugas keempat pimpinan angkatan yang akan menyelesaikannya. Sekali lagi, kecerdasan Jokowi terbaca, sekali lagi Jokowi meminjam tangan. Point ke enam untuk Jokowi.
Dengan kepergian Jokowi keluar negri. Hiruk pikuk tentang BG dan KPK sementara dapat teredam. Jika pun kemungkinan ini meleset, maka dari luar negri, Jokowi dapat mengeluarkan statement tentang batalnya pengangkatan BG. Presedennya sudah ada. Gusdur berulang-ulang memecat Wiranto dari luar negri, lalu ketika kembali, keputusan itu dianulir kembali. Ketika keluar, memecat lagi. Dianulir lagi.Dari beberapa kejadian yang berulang-ulang itu, maka ketika Gus Dur benar-benar memecat Wiranto. Masyarakat tidak kaget dan yang bersangkutan tidak kehilangan muka untuk menerima keputusan Gus Dur. Ingat BG tidaklah sebesar BG. Point ke tujuh untuk Jokowi.
Dengan kepiawaian Jokowi mengumpulkan tujuh point, saya percaya masalah KPK vs Polri akan selesai dengan aman, BG aman tidak dilantik tanpa gejolak. Jokowi sudah membuktikan dirinya sebagai Presiden Cerdas yang dimiliki negri ini…. wallahu A’laam
Penulis : Iskandar Zulkarnain (Kompasiana)
Source : http://www.tasbihnews.com/2015/02/jokowi-presiden-paling-cerdas.html
No comments:
Post a Comment