Siapa yang bilang? Tak ada satupun yang bilang, bahkan Jokowi sendiri pun tidak menyatakan keluar dari PDIP. Lantas, siapa yang bilang? Justru undang-undang dan fakta lah yang menyatakan bahwa Jokowi keluar dari partainya, malah Puan dan Megawati pun mendukungnya, begitu juga rakyat Indonesia. Semua menjadi saksi secara de jure dan de facto Jokowi sudah keluar dari PDIP. Mau bukti? Silakan simak uraian berikut.
Secara de jure, Jokowi keluar dari PDIP
Tak jelas sejak kapan Jokowi menjadi anggota partai berlambang kepala banteng itu, yang jelas Jokowi didukung oleh partai itu dan PKB tahun 2005 maju pada pilkada walikota Solo, dan menang. Keberhasilannya membangun kota Solo, ia terpilih lagi dengan capaian suara sampai 90% pada periode kedua di tahun 2010.
Belum selesai menjabat sebagai walikota Solo, tahun 2012 ia dicalonkan dan diusung oleh PDIP dan Partai Gerindra maju pada pilgub DKI Jakarta berpasangan dengan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) melawan pasangan Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli. Akhirnya Jokowi-Ahok menang melalui dua putaran pilkada. Jadilah Jokowi Gubernur DKI Jakarta. Ia bersama Ahok disumpah menjadi pasangan Gubernur - Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 15 Oktober 2012 secara sederhana berbiaya separuh dari semula anggaran. Acara pelantikan juga diramaikan oleh pedagang kaki lima yang menggratiskan dagangannya.
Popularitas dan prestasinya yang cetar membahana tak hanya di Indonesia bahkan dunia di tengah hiruk pikuk yang juga meragukannya, akhirnya justru membawa Jokowi diusung oleh Koalisi Indonesia Hebat menjadi Presiden RI yang ke-7 berpasangan dengan Jusuf Kalla mengalahkan pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa yang didukung oleh Koalisi Merah Putih.
Jokowi pun disumpah menjadi Presiden RI ke-7 pada 20 Oktober 2014. Berikut isi sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia.
“Bismillahirrahmanirohim. Demi Allah saya akan memenuhi kewajiban sebagai Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Memegang teguh UUD 1945, menjalankan segala Undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada bangsa dan negara.”
Secara de jure, sumpah itu berarti loyalitas Jokowi hanyalah pada negara dan konstitusi. Jokowi harus mengabdikan seluruh waktunya hanya untuk kepentingan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Tujuan utama yang harus dicapai dari seluruh kegiatan pemerintahan adalah demi pelayanan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Tak lagi ia boleh berdiri pada satu partai, agama, golongan, keluarga dan suku tertentu. Jokowi harus berada bersama di tengah rakyat Indonesia.
Jokowi tak bisa lagi diklaim bahwa ia adalah anggota partai A, sekutu partai B atau berpihak pada partai C. Jokowi secara de yure sudah mengucapkan sumpah itu di depan seluruh rakyat Indonesia, maka berarti “my loyalty to my party ends, when my loyalty to my country begins.”
Secara de facto, Jokowi tak lagi petugas partai
Frase petugas partai, pertama kali muncul dan dikumandangkan oleh Megawati Soekarnopuri, “Begitu diumumkan bahwa kita lebih dari 20 persen artinya Pak Jokowi yang telah saya perintahkan sebagai petugas partai untuk menjadi calon presiden Republik Indonesia, maka dengan resmi beliau itulah pada pemilu presiden nanti, resmi menjadi calon presiden dari PDI perjuangan,” Cukilan pidato Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri pada kampanye nasional di Stadion Trikoyo, Klaten, Jawa Tengah, pada Sabtu, 5 April 2014.
Sejak itu frase petugas partai lekat dengan Jokowi. Frase itu digunakan baik oleh internal PDIP dan lawan politik Jokowi pada saat pilpres.
Penggunaan petugas partai pada saat pilpres oleh lawan politiknya semata-mata ditujukan untuk mendown-grade Jokowi, selain memberikan stigma bahwa jika Jokowi terpilih ia tidak bisa independen, ia akan dikendalikan oleh ketua umum partai. Karena Jokowi bukan ketua umum sebuah partai. Tujuannya jelas agar Jokowi tak dipilih menjadi presiden Indonesia.
Sejak menjadi presiden Jokowi sudah membuat khawatir semua partai, tak hanya partai politik yang menjadi lawan politiknya yaitu Koalisi Merah Putih, bahkan partai yang mendukungnya yaitu Koalisi Indonesia Hebat.
Gebrakan pertama Jokowi, ia melibatkan KPK dalam memilih pembantunya. Tentu saja gebrakan ini mendapat perlawanan sengit dari gerbong Koalisi Indonesia Hebat. Koalisi yang dimotori PDIP merasa menjadi partai pendukung Jokowi ingin mengatur kebijakannya, bahkan kalau bisa Jokowi buang airpun diatur oleh mereka. Mereka merasa berhak dan merasa wajar menentukan ini itu karena merekalah yang menjadikan Jokowi Presiden.
Namun Jokowi didukung oleh pendukung setianya bermanuver melawan pemaksaan partai yang mendukungnya, sebagai contoh kasus penetapan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri, padahal Budi Gunawan distabilo merah oleh KPK sebagai person yang diduga bermasalah. Koalisi Indonesia Hebat jelas memaksakan BG untuk menduduki Kapolri. Jokowi pun melawan partai pendukungnya dengan mendatangi rival pilpresnya, Prabowo Subianto. Prabowo pun menyatakan dukungannya.
Perlawanan Jokowi kepada partai pendukungnya ini memunculkan kembali frase “petugas partai” oleh kalangan internal PDIP. Berkali-kali PDIP baik oleh pengurus terasnya maupun anggota lainnya mengingatkan kembali bahwa Jokowi adalah petugas partai. Jadi sebagai petugas partai Jokowi haruslah mengukuti garis kebijakan partai, kebijakan pemerintah harus mengikuti garis kebijakan partai.
Tak hanya itu, kebijakannya menolak grasi untuk terpidana mati tak dijalankan mulus oleh Jaksa Agung dengan berbagai alasan. Hanya eksekusi mati gelombang pertama saja dilaksanakan dengan baik di bulan Januari 2015. Gelombang kedua yang sedianya dilaksanakan bulan Februari 2015 terkatung-katung entah sampai kapan.
Karena keinginannya yang pro rakyat di semua sektor politik, ekonomi, hukum dan sosial Jokowi mendapat perlawanan yang cukup keras dari tak hanya lawan politiknya, bahkan sekali lagi dari partai pendukungnya sendiri, Koalisi Indonesia Hebat.
Terakhir, dalam pidato Megawati yang berapi-api di depan Konggres PDIP 8 - 12 April 2015 yang lalu, ia kembali mengingatkan dengan keras kepada Jokowi agar pemerintah segaris dengan kebijakan partai. Selengkapnya baca
disini.Berkali-kali diingatkan baik oleh Megawati, Puan dan anggota partai lainnya bahwa Jokowi petugas partai berarti Jokowi tidak lagi berada dalam partai itu. Nurani Jokowi hanya pro kepada rakyat, hanya saja ia sendiri di sana di istana.
Dengan demikian secara fakta, walaupun Jokowi tak pernah mengeluarkan kata “saya keluar dari partai”, namun ia sudah berada di luar partai. Faktanya partai pendukungnya berkali-kali mengingatkannya agar kebijakannya segaris dengan kemauan partainya.
Lalu akankah kita diam membiarkan sendirian Jokowi yang pro rakyat berjuang melawan pemaksaan kehendak demi kepentingan partai? Jawabnya ada pada nurani kita masing-masing.
——-mw——
Mas Wahyu
http://politik.kompasiana.com/2015/04/10/akhirnya-jokowi-keluar-dari-pdip-analisis-hukum-dan-fakta-717400.html