PBNU: BPJS Kesehatan Sesuai Syariat Islam
Jakarta - Forum bahtsul masail pramuktamar ke-33 NU yang diselenggarakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di pesantren Krapyak Yogyakarta pada 28 Maret 2015 lalu sepakat mendukung program jaminan kesehatan nasional yang ditangani Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Forum itu menyimpulkan konsep jaminan kesehatan nasional yang diselenggarakan BPJS Kesehatan tidak bermasalah menurut syariat Islam.
Keputusan PBNU soal BPJS Kesehatan ini dikeluarkan jauh sebelum Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang BPJS Kesehatan yang tak sesuai syariat pada Juni lalu dengan alasan ketidakjelasan akad, gharar, dan maisir, dan belakangan ini menghebohkan publik.
Forum yang diikuti para kiai dari pelbagai daerah di Indonesia ini menetapkan bahwa BPJS sudah sesuai dengan syariat Islam. Mereka memandang akad yang digunakan BPJS Kesehatan sebagai akad ta’awun. Ketika disodorkan pertanyaan apakah mengandung riba, mereka menjawab bahwa akad BPJS tidak mengandung riba.
Keputusan itu diambil setelah para kiai berdiskusi langsung dengan Kepala Grup MKPR dr Andi Afdal Abdullah terkait pelayanan kesehatan untuk peserta BPJS. Kepada dr Andi Afdal, para kiai mengajukan pelbagai pertanyaan, seperti konsep iuran, penggunaan, besaran iuran, siapa pengguna BPJS, siapa yang dibebaskan dari iuran, dan pertanyaan lainnya yang dibutuhkan dalam bahtsul masail. Dari diskusi itu mereka mendapatkan tashawwurul amri, deskripsi persoalan secara utuh. Hasil diskusi ini akan menjadi pedoman para kiai dalam memutuskan hukum BPJS.
Ketua LBM PWNU Yogyakarta KH Ahmad Muzammil kepada NU Online yang dikutip dariwww.nu.or.id, Kamis (30/7), mengatakan dahulu jaminan itu hukumnya fardhu kifayah, tetapi sekarang fardhu ain bagi orang mampu untuk membayar iuran jaminan bagi mereka yang lemah ketika diwajibkan pemerintah.
Konsep ta’awun yang diberlakukan BPJS, menurut Muzammil, masuk dalam bab jihad seperti disebutkan Fathul Mu’in yakni daf’u dhararin ma’shumin, sehingga di sini pemerintah diposisikan sebagai administrator bagi orang kaya untuk membantu mereka yang lemah.
“Kalau bicara halal-haram, BPJS sudah jelas halal. Tetapi harus dilihat apakah BJPS ini mengandung maslahat atau mafsadah? Kita tinggal memperbaiki saja mana kurangnya. Salah satu kekurangan BPJS pada layanan kesehatan WNI di luar negerim" katanya.
Dikatakan, hadirnya BPJS Kesehatan memiliki latar belakang panjang. Awalnya, masyarakat meminta layanan kesehatan gratis. Pemerintah kemudian memutar otak, lalu membentuk BPJS Kesehatan.
Anselmus Bata/AB
No comments:
Post a Comment