JOKOWI DIMATA ANAK BUAH
Pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI tahun 2012 yang lalu, hampir seluruh PNS Pemda DKI tak memilih Jokowi. Bisa dimaklumi, karena kami tak mengenalnya dengan baik. Sedangkan Fauzi Bowo adalah atasan yang sudah kami kenal lama. Hati kami tentu saja untuk Bang Foke.
Pak Foke ganteng, mengawali karier di Pemda DKI mulai dari bawah. Pastilah beliau tahu lebih banyak daripada Pak Jokowi. Sudah begitu, Pak Jokowi kelihatan klemer-klemer karena kurus.
Ternyata takdir Tuhan berkata lain. Gubernur yang terpilih sekaligus menjadi atasan kami adalah Pak Jokowi. Kami menanti sekaligus meragukan kinerjanya, walaupun rekam jejaknya konon sudah terbukti di Solo.
Sejak dilantik Pak Jokowi langsung memulai kegiatan blusukan. Setiap saat ia blusukan, dan ngak ketahuan kemana blusukannya pagi ini, siang atau sore nanti. Semua PNS dilingkungan Pemda DKI resah, takut kebagian blusukannya pas tidak berada ditempat atau ditemukan ketidakberesan.
Semua (terutama pejabat), berusaha memasang mata-mata dan kuping-kuping di sekeliling beliau, supaya dapat bocoran kemana arah beliau blusukan. Ternyata tak pernah bisa dapat. Sering terjadi tahu-tahu beliau sudah nongol di suatu tempat tanpa orang-orang disana sadar, beliau adalah Gubernur.
Mungkin fenomena blusukan dan ceplas-ceplosnya bila menemukan
ketidakberesan itu, membuat banyak wartawan tertarik mengikuti. Harap dicatat, beliau tak pernah mengajak-ngajak wartawan itu untuk mengikutinya. Wartawan-wartawan itulah yang selalu setia nangkring di Balaikota, menunggui di halaman kantornya. Berjibun, lho. Lengkap dengan mobil-mobil operasional mereka yang parkir memenuhi Jalan Medan Merdeka.
Suatu saat beliau menghadiri acara di kantorku. Iseng aku bertanya ke beberapa wartawan, kenapa kok segitu hebohnya mengekor kegiatan beliau? Mereka bilang, “Selalu menarik mengikuti beliau, Bu.” Aku bilang, biasanya kalau kami butuh kalian untuk menuliskan berita kegiatan kami, harganya sangat mahal. Sekarang tak perlu repot-repot mengundang kalian, malah datang sendiri dan berjibun pula. Mereka hanya tersenyum-senyum.
Memang benar, beliau sosok yang menarik. Saat blusukan, bila jam lapar, beliau tak pernah sungkan makan apa saja yang dijual di situ. Semisal, soto ayam yang harganya sepuluh ribu. Dan itu bukanlah pencitraan. Memang egitulah beliau apa adanya.
Aku sering menyaksikan beliau yang tiba-tiba keluar kantor untuk blusukan. Beliau menggunakan Kijang Innova (yang di dalamnya banyak bacaan), tanpa pengawalan. Padahal, sejak dulu di Pemprov DKI tersedia motor gede dan mobil pengawalan itu.
Aku makin terpesona kepada beliau setelah makin sering melihat gaya kepemimpinannya. Kalau ada acara atau kegiatan yang menghadirkan beliau, tak perlu ada ritual seremonial penyambutan. Biasanya seremonial ini bertele-tele dan menggunakan banyak uang. Beliau menginginkan yang simple-simple saja, agar cepat selesai dan tak butuh pengeluaran banyak.
Beliau sudah melakukan itu sejak pelantikan menjadi Gubernur. Banyak acara yang dipangkas, termasuk menghilangkan penampilan artis. Cukup hanya ada paduan suara saja. Kebetulan panitia mengundang paduan suara Paragita dari UI, dimana putraku jadi anggota dan ikut bernyanyi.
Kesederhanaan beliau dan istrinya berdampak pula pada penampilan bawahannya dan istri-istrinya. Istri para pejabat jadi menanggalkan benda-benda mewah yang selama ini biasa mereka kenakan. Ibu Iriana menggunakan tas dan aksesori penunjang lain hasil dari UKM binaan Pemprov yang tentu saja harganya tidak mahal.
Dua tahun memimpin kami ada banyak perubahan. Hal baru, antara lain lelang jabatan untuk menentukan pejabat yang layak, untuk menyeleksi orang-orang yang bermutu. Sampai sekarang proses itu terus berjalan, lelang jabatan untuk Lurah, Camat, Kepala Sekolah, dan Kepala Puskesmas. Baru-baru ini diadakan seleksi untuk Pelayanan Terpadu Satu pintu (PTSB). Yang lolos seleksi sudah dilantik. Banyak yang lolos seleksi, walau masa kerjanya masih baru. Aku suka cara ini.
Tahun yang lalu THR kami adalah sebesar TKD. TKD ini tunjangan kesejahteraan kami, lebih besar dari gaji. Baru sekali-kalinya THR diberikan sebesar TKD. Itu bulat, tanpa potongan pajak. Betapa bahagianya kami. Dengar-dengar, tahun ini juga kami akan menerima jumlah yang sama. Makin cinta deh aku pada beliau.
Dengan semua yang beliau lakukan dan tunjukkan, tanpa ragu aku dan seisi rumahku memutuskan akan membantu beliau ... Meskipun penampilannya kelihatan kurus dan klamar-klemer, tapi beliau sangat tegas dan berani mengambil sikap. Tegas memang tidak harus bertubuh tegap dan berbicara lantang atau penuh hardikan. Tapi keteguhan pada jalan yang benar.
Seperti beliau sering dengungkan belakangan ini, saat ini kita membutuhkan revolusi mental. Ajakan ini harus kita dukung. Di Pemprov DKI kami sudah mulai merasakan hasil revolusi mental itu. Kalau ada yang mengatakan revolusi mental itu gaya PKI dan orang yang memiliki kelainan mental, saya kira orang itulah yang punya kelainan mental.
Jokowi dari kaca mata pegawai DKI : Friska Medi Pardede
Source : FB Ellen Lubis
Pak Foke ganteng, mengawali karier di Pemda DKI mulai dari bawah. Pastilah beliau tahu lebih banyak daripada Pak Jokowi. Sudah begitu, Pak Jokowi kelihatan klemer-klemer karena kurus.
Ternyata takdir Tuhan berkata lain. Gubernur yang terpilih sekaligus menjadi atasan kami adalah Pak Jokowi. Kami menanti sekaligus meragukan kinerjanya, walaupun rekam jejaknya konon sudah terbukti di Solo.
Sejak dilantik Pak Jokowi langsung memulai kegiatan blusukan. Setiap saat ia blusukan, dan ngak ketahuan kemana blusukannya pagi ini, siang atau sore nanti. Semua PNS dilingkungan Pemda DKI resah, takut kebagian blusukannya pas tidak berada ditempat atau ditemukan ketidakberesan.
Semua (terutama pejabat), berusaha memasang mata-mata dan kuping-kuping di sekeliling beliau, supaya dapat bocoran kemana arah beliau blusukan. Ternyata tak pernah bisa dapat. Sering terjadi tahu-tahu beliau sudah nongol di suatu tempat tanpa orang-orang disana sadar, beliau adalah Gubernur.
Mungkin fenomena blusukan dan ceplas-ceplosnya bila menemukan
ketidakberesan itu, membuat banyak wartawan tertarik mengikuti. Harap dicatat, beliau tak pernah mengajak-ngajak wartawan itu untuk mengikutinya. Wartawan-wartawan itulah yang selalu setia nangkring di Balaikota, menunggui di halaman kantornya. Berjibun, lho. Lengkap dengan mobil-mobil operasional mereka yang parkir memenuhi Jalan Medan Merdeka.
Suatu saat beliau menghadiri acara di kantorku. Iseng aku bertanya ke beberapa wartawan, kenapa kok segitu hebohnya mengekor kegiatan beliau? Mereka bilang, “Selalu menarik mengikuti beliau, Bu.” Aku bilang, biasanya kalau kami butuh kalian untuk menuliskan berita kegiatan kami, harganya sangat mahal. Sekarang tak perlu repot-repot mengundang kalian, malah datang sendiri dan berjibun pula. Mereka hanya tersenyum-senyum.
Memang benar, beliau sosok yang menarik. Saat blusukan, bila jam lapar, beliau tak pernah sungkan makan apa saja yang dijual di situ. Semisal, soto ayam yang harganya sepuluh ribu. Dan itu bukanlah pencitraan. Memang egitulah beliau apa adanya.
Aku sering menyaksikan beliau yang tiba-tiba keluar kantor untuk blusukan. Beliau menggunakan Kijang Innova (yang di dalamnya banyak bacaan), tanpa pengawalan. Padahal, sejak dulu di Pemprov DKI tersedia motor gede dan mobil pengawalan itu.
Aku makin terpesona kepada beliau setelah makin sering melihat gaya kepemimpinannya. Kalau ada acara atau kegiatan yang menghadirkan beliau, tak perlu ada ritual seremonial penyambutan. Biasanya seremonial ini bertele-tele dan menggunakan banyak uang. Beliau menginginkan yang simple-simple saja, agar cepat selesai dan tak butuh pengeluaran banyak.
Beliau sudah melakukan itu sejak pelantikan menjadi Gubernur. Banyak acara yang dipangkas, termasuk menghilangkan penampilan artis. Cukup hanya ada paduan suara saja. Kebetulan panitia mengundang paduan suara Paragita dari UI, dimana putraku jadi anggota dan ikut bernyanyi.
Kesederhanaan beliau dan istrinya berdampak pula pada penampilan bawahannya dan istri-istrinya. Istri para pejabat jadi menanggalkan benda-benda mewah yang selama ini biasa mereka kenakan. Ibu Iriana menggunakan tas dan aksesori penunjang lain hasil dari UKM binaan Pemprov yang tentu saja harganya tidak mahal.
Dua tahun memimpin kami ada banyak perubahan. Hal baru, antara lain lelang jabatan untuk menentukan pejabat yang layak, untuk menyeleksi orang-orang yang bermutu. Sampai sekarang proses itu terus berjalan, lelang jabatan untuk Lurah, Camat, Kepala Sekolah, dan Kepala Puskesmas. Baru-baru ini diadakan seleksi untuk Pelayanan Terpadu Satu pintu (PTSB). Yang lolos seleksi sudah dilantik. Banyak yang lolos seleksi, walau masa kerjanya masih baru. Aku suka cara ini.
Tahun yang lalu THR kami adalah sebesar TKD. TKD ini tunjangan kesejahteraan kami, lebih besar dari gaji. Baru sekali-kalinya THR diberikan sebesar TKD. Itu bulat, tanpa potongan pajak. Betapa bahagianya kami. Dengar-dengar, tahun ini juga kami akan menerima jumlah yang sama. Makin cinta deh aku pada beliau.
Dengan semua yang beliau lakukan dan tunjukkan, tanpa ragu aku dan seisi rumahku memutuskan akan membantu beliau ... Meskipun penampilannya kelihatan kurus dan klamar-klemer, tapi beliau sangat tegas dan berani mengambil sikap. Tegas memang tidak harus bertubuh tegap dan berbicara lantang atau penuh hardikan. Tapi keteguhan pada jalan yang benar.
Seperti beliau sering dengungkan belakangan ini, saat ini kita membutuhkan revolusi mental. Ajakan ini harus kita dukung. Di Pemprov DKI kami sudah mulai merasakan hasil revolusi mental itu. Kalau ada yang mengatakan revolusi mental itu gaya PKI dan orang yang memiliki kelainan mental, saya kira orang itulah yang punya kelainan mental.
Jokowi dari kaca mata pegawai DKI : Friska Medi Pardede
Source : FB Ellen Lubis
No comments:
Post a Comment