Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berjanji akan memutuskan nasib megaproyek transportasi massal berbasis rel yaitu Mass Rapid Transit (MRT) dan monorel. Ia pun meyakini akan memutuskannya dengan segala risikonya.
"Saya janji sebelum akhir tahun semuanya akan kita putuskan dengan segala risikonya," kata Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (2/12/2012).
Dengan itu, Jokowi menegaskan kalau seorang pemimpin memang harus berani mengambil risiko.
"Kalau pemimpin enggak berani ambil risiko, ya enggak usah jadi pemimpin. Dalam pikiran saya, kalau semuanya untuk masyarakat kenapa kita harus takut? Kalau kita enggak ambil uang serupiah pun kenapa harus takut," kata Jokowi.
Ia pun mengatakan, langkahnya itu harus disertai dukungan pula oleh para jajaran di bawahnya, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan masyarakat Jakarta.
"Harus yakin dan optimis. Enggak ada kata menyerah dalam kamus saya. Kalau semuanya mendukung ya selesai masalahnya," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, Jakarta itu memang sangat memerlukan transportasi massal, seperti MRT dan Monorel untuk mengurai kemacetan yang ada di Jakarta.
"Proyek-proyek itu sudah 20-25 tahun lalu direncanakan, tapi kalau enggak segera diputuskan ya enggak akan punya. Bahkan Kuala Lumpur sudah jadi proyeknya, kita malah belum mulai," kata Jokowi.
Untuk keberlanjutan megaproyek MRT, Jokowi mengatakan, ia harus membuat kalkulasi apakah proyek tersebut akan membebani masyarakat dan membebani Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Oleh karena itu, Jokowi akan merenegosiasi untuk bertemu pihak Japan International Cooperation Agency (JICA) sebagai pemberi pinjaman, juga kepada Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sedikit membagi kegundahannya terkait megaproyek Mass Rapid Transit (MRT) yang masih terkatung-katung kepada 10.000 peserta Silaturahmi dengan Gubernur DKI.
"Saya ini baru lima minggu bekerja, tapi selalu saja dikejar-kejar untuk diputuskan," kata Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (2/12/2012).
Menurut Jokowi, Jakarta itu memang sangat memerlukan transportasi massal, seperti MRT dan monorel.
"Proyek-proyek itu sudah 20-25 tahun lalu direncanakan, tapi kalau enggak segera diputuskan ya enggak akan punya. Bahkan Kuala Lumpur sudah jadi proyeknya, kita malah belum mulai," kata Jokowi.
Untuk keberlanjutan megaproyek MRT, Jokowi mengatakan, ia harus membuat kalkulasi apakah proyek tersebut akan membebani masyarakat dan membebani Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Oleh karena itu, Jokowi akan merenegosiasi untuk bertemu pihak Japan International Cooperation Agency (JICA) sebagai pemberi pinjaman.
"Kita akan nego kembali dengan peminjam. Semuanya, seperti kontraktor dan barang-barang semuanya dari sana. Terus ya kita ngapain? Masyarakat semua harus tahu," tutur Jokowi.
Selain akan merenegosiasi dengan JICA, Jokowi juga akan bertemu dengan Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk bernegosiasi terkait pembagian beban pengembalian utang kepada JICA yang pada awalnya adalah 42:58.
42 Persen adalah beban pengembalian utang yang ditanggung Pemerintah Pusat kepada JICA dan 58 persen beban yang harus ditanggung Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.
Jokowi mengatakan akan mencoba bernegosiasi dengan hitungan 70:30. Karena, menurut logikanya, Pemerintah Pusat harus menanggung beban yang lebih tinggi dibanding Pemprov DKI.
"Pusat memang harusnya yang lebih gede, agar beban dari APBD enggak banyak. Jadi akan saya kalkulasi untuk mengembalikan agar juga dapat meringankan. Nanti kalau enggak kayak gitu, ya enak di Jepang dan Pemerintah Pusatnya," kata Jokowi.
Sementara itu, Jokowi berjanji ia akan melanjutkan megaproyek tersebut dengan keyakinan semakin banyaknya transportasi massal akan mengatasi kemacetan lalulintas DKI Jakarta. Keputusan resmi pembangunan MRT yang saat ini sedang dalam proses tender konstruksi fisik tersebut, menurut Jokowi, akan diumumkan kepada publik setelah permohonannya dikabulkan Kementerian Keuangan.
Ia merencanakan paling tidak sebelum akhir Desember keputusan tersebut bisa diumumkannya.
"Setelah ketemu Menteri Keuangan. Proyek ini dilanjutkan, asalkan pembagian 70-30 itu dikabulkan," katanya.
Selasa, Jokowi Bertemu Menkeu untuk Negosiasi MRT
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo merencanakan bertemu dengan Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk bernegosiasi membicarakan nasib kelanjutan megaproyek transportasi massal berbasis rel atau mass rapid transit (MRT). Pertemuan itu dijadwalkan akan berlangsung pada Selasa lusa (4/11/2012).
Jokowi akan bernegosiasi tentang perbandingan besaran pengembalian pinjaman oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat kepada Japan International Cooperation Agency (JICA) selaku pemberi pinjaman dalam proyek tersebut. Selama ini disepakati bahwa Pemprov DKI Jakarta akan menanggung 58 persen pengembalian pinjaman, sementara pemerintah pusat menutup 42 persen sisanya dalam bentuk hibah.
Jokowi ingin merenegosiasikan kembali komposisi tersebut. Ia menginginkan agar pemerintah pusat membantu membayarkan 70 persen utang kepada JICA dan Pemprov DKI hanya menanggung sekitar 30 persen.
"Hari Selasa nanti ketemu Pak Menteri," kata Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (2/12/2012).
Jokowi menilai komposisi awal pembagian pengembalian pinjaman kepada JICA sebesar 58:42 terlalu memberatkan bagi Pemprov DKI. Oleh karena itu, menurut Jokowi, porsi pemerintah pusat seharusnya lebih besar dibanding Pemprov DKI.
Dalam rencana pertemuannya bersama Menkeu, Jokowi ingin membahas soal komposisi pengembalian utang dan hal ini akan dikalkulasikan ulang. Dengan begitu, diharapkan akan disepakati pula besarnya subsidi dan harga tiket yang lebih rendah dari sebelumnya.
"(Pemerintah) pusat memang seharusnya yang lebih gede agar beban dari APBD enggak banyak. Jadi akan saya kalkulasi untuk mengembalikan agar juga dapat meringankan. Nanti kalau enggak kayak gitu, ya enak di Jepang dan pemerintah pusatnya," kata Jokowi.
Dengan melihat nilai investasi dan proyek yang besar itulah, Jokowi sangat berhati-hati sebelum memutuskan apakah akan melanjutkan proyek ini atau tidak. Jokowi yang baru lima pekan menjabat sebagai orang nomor satu di kalangan pemerintah Provinsi Jakarta tidak ingin diburu-buru untuk menentukan keputusan ini. Ia menegaskan akan melakukan kalkulasi secara cermat karena hal itu menyangkut uang rakyat. "Jadi bukan karena takut dan tidak takut, bukan. Jadi karena harus hati-hati dengan kalkulasi," kata Jokowi.
Selain akan bertemu dengan Menkeu, Jokowi juga berencana melakukan pertemuan dengan pihak pemberi pinjaman, yaitu JICA. Setelah ia bertemu dengan Agus Martowardojo, Jokowi baru akan berani berbicara mengenai keputusan soal megaproyek tersebut.
Pemprov DKI terus mengkaji rencana pembangunan MRT ini, terutama menimbang adanya sanksi materi dan imaterill apabila pembangunannya molor atau batal dilaksanakan. Dalam perjanjian pinjaman (loan agreement), tercantum bahwa jika pembangunan MRT terlambat dan tidak sesuai dengan jadwal, maka akan dikenakan kewajiban membayar bunga sebesar Rp 800 juta per hari. Bunga itu selanjutnya menjadi beban Pemprov DKI dan juga pemerintah pusat.
Begitu juga jika Jokowi akhirnya memutuskan untuk membatalkan pelaksanaan pembangunan MRT dengan alasan biaya yang terlalu mahal. Maka konsekuensi moral dan nama baik DKI Jakarta serta Indonesia di iklim investasi internasional akan tercemar karena dana pinjaman untuk proyek MRT hanya dibebankan bunga kecil, yakni 0,25 persen berikut jangka waktu pengembalian pinjaman selama 30 tahun. http://megapolitan.kompas.com/read/2012/12/02/16532499/Selasa.Jokowi.Bertemu.Menkeu.untuk.Negosiasi.MRT?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=100%20Hari%20Jokowi-Basuki
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment