Jangan Salahkan Jokowi Kalau Jokowi Nyapres 2014
Setelah menuai kritikan dan tudingan dari berbagai pihak atas survey sebelumnya yang ‘menghilangkan’ nama Jokowi, kini LSI merilis survey terbarunya. Survey kali ini memasukkan nama Jokowi, dan akhirnya pun mengungguli kandidat lainnya seperti beberapa survey sebelumnya yang dilakukan oleh berbagai lembaga survey. Sebetulnya survey LSI kali ini semakin menguatkan dugaan bahwa pada survey sebelumnya nya sengaja ‘mendelete’ nama Jokowi di bursa capres dan hanya memasukkannya dalam ‘capres wacana’, karena adanya pesanan dari partai tertentu yang selama ini sudah menjalin kerjasama dengan LSI. Sayangnya, survey kali ini pun LSI sengaja tidak mau membenturkan kandidat capres dari Golkar dengan Jokowi karena mereka sudah bisa menebak bahwa ARB akan ‘dilumat’ oleh elektabilitas dan popularitas Jokowi. Oleh karenanya sengaja LSI menyimpan ARB dengan dalih, Golkar sudah pasti lolos Parliamentary Threshold dan Presidensial Threshold. Tentu ini penyakit kambuhan Golkar yang terlalu Pede dan agak arogan, tanpa bercermin dari beberapa kasus yang membelit banyak kader partai ini seperti kasus korupsi AL Qur’an dan kasus terakhir yang menyeret Mantan Ketua MK Akil Muhtar dan Gubernur Banten Ratu Atut.
Demikian juga partai lainnya seperti Partai Demokrat pun tetap menutupi rasa mindernya terhadap Jokowi dengan alibi bahwa survey selalu dipesan, jadi objektifitasnya diragukan. Padahal PD sendiri sering merasa arogan jika ada hasil survey yang memuji PD atau SBY. Artinya tuduhan terhadap objectivitas lembaga survey yang mengunggulkan Jokowi dalam setiap survey, semakin memperlihatkan kerdilnya cara berpolitik mereka. Belum lagi, elit-elit PD ( di Pusat atau di DPRD DKI Jakarta) seolah-olah memainkan ‘orkestra’ yang semuanya menyerang Jokowi baik secara pribadi maupun jabatan politiknya. Lihat saja, mulai dari Ruhut Sitompul, Ahmad Mubarok, Nurhayati Ali Asegaf, hingga Ramadhan Pohan yang menyalahkan Jokowi soal penyadapan intelijen oleh AS.
Semua itu semakin memperlihatkan partai-partai ini sudah kehilangan akal untuk menjungkalkan elektabilitas Jokowi. Maklum saja partai-partai ini tak pernah punya pengalaman bekerja serius memikirkan rakyat atau membuat program-program yang benar-benar murni untuk kepentingan rakyat. Sehingga ketika rakyat melihat munculnya tokoh seperti Jokowi yang pro rakyat, Golkar dan PD tak mampu mengimbanginya. Satu-satunya jurus adalah ‘menelanjangi’ Jokowi dengan cara apapun. Alih-alih menjual program-programnya, para elit partai ini sibuk mencari kelemahan Jokowi. Segala macam kritik diarahkan kepada Jokowi, sekalipun mereka tak memiliki jalan keluar. Tujuannya hanya satu, Jokowi semakin dijauhi oleh masyarakatnya.
Para elit-elit ini tak terbiasa berpikir keras memikirkan rakyat. Oleh karena itu mereka pun tak mampu membaca ada gejala apa sehingga rakyat begitu mengagumi Jokowi. Karena terbiasa mengabaikan rakyat, para elit ini sudah kehilangan sensitivitasnya, sehingga sekedar untuk mengerti apa yang dibutuhkan rakyat dari pemimpinnya-pun sudah tak mampu. Lihat saja, dalam setiap survey-pun jarang sekali perntanyaan ini dimunculkan, “kenapa rakyat banyak mengunggulkan Jokowi?’, Apa kelebihan Jokowi ini dibandingkan ARB, Prabowo, JK, Wiranto dsb?
Para elit ini semakin kelihatan tak mau belajar. Ini terlihat dari berbagai isue yang selalu diusung dari tahun ke tahun, dari pemilu ke pemilu, yakni soal Jawa-non Jawa, Sipil-Militer dsb. Isue seperti ini benar-benar sudah usang dan membodohi mereka sendiri. Isu Sipil-Militer yang ditiupkan PD, terlihat begitu telanjang kepentingannya karena ingin menaikkan Pramono EW. Lihat saja kader seperti RUhut Sitompul begitu membanggakan ketokohan militernya PEW. Bahkan dia dengan lantang berkata bahwa Indonesia akan kuat jika dipimpin oleh militer. Mereka ini lupa, bahwa tak semua tokoh militer berjiwa pahlawan. Ada juga pemimpin dari militer yang tidak gagah berani, tidak bernai mengambil keputusan, bahkan lebih senang curhat daripada membuat solusi.
Mereka juga tak mampu membaca bahwa rakyat sudah jenuh dengan pemimpin yang suka berorasi, berpuisi atau bahkan suka bernyanyi. Rakyat sekarang butuh pemimpin yang ada dan hadir ketika rakyat membutuhkan. Pemimpin yang mau menyentuh pundak dan menyalami rakyatnya, dan pemimpin yang mau berempati dan sederhana ketika rakyat sedang kekurangan. Karena itu, jangan salahkan Jokowi jika rakyat menginginkannya menjadi pemimpin di tahun 2014 nanti.
Demikian juga partai lainnya seperti Partai Demokrat pun tetap menutupi rasa mindernya terhadap Jokowi dengan alibi bahwa survey selalu dipesan, jadi objektifitasnya diragukan. Padahal PD sendiri sering merasa arogan jika ada hasil survey yang memuji PD atau SBY. Artinya tuduhan terhadap objectivitas lembaga survey yang mengunggulkan Jokowi dalam setiap survey, semakin memperlihatkan kerdilnya cara berpolitik mereka. Belum lagi, elit-elit PD ( di Pusat atau di DPRD DKI Jakarta) seolah-olah memainkan ‘orkestra’ yang semuanya menyerang Jokowi baik secara pribadi maupun jabatan politiknya. Lihat saja, mulai dari Ruhut Sitompul, Ahmad Mubarok, Nurhayati Ali Asegaf, hingga Ramadhan Pohan yang menyalahkan Jokowi soal penyadapan intelijen oleh AS.
Semua itu semakin memperlihatkan partai-partai ini sudah kehilangan akal untuk menjungkalkan elektabilitas Jokowi. Maklum saja partai-partai ini tak pernah punya pengalaman bekerja serius memikirkan rakyat atau membuat program-program yang benar-benar murni untuk kepentingan rakyat. Sehingga ketika rakyat melihat munculnya tokoh seperti Jokowi yang pro rakyat, Golkar dan PD tak mampu mengimbanginya. Satu-satunya jurus adalah ‘menelanjangi’ Jokowi dengan cara apapun. Alih-alih menjual program-programnya, para elit partai ini sibuk mencari kelemahan Jokowi. Segala macam kritik diarahkan kepada Jokowi, sekalipun mereka tak memiliki jalan keluar. Tujuannya hanya satu, Jokowi semakin dijauhi oleh masyarakatnya.
Para elit-elit ini tak terbiasa berpikir keras memikirkan rakyat. Oleh karena itu mereka pun tak mampu membaca ada gejala apa sehingga rakyat begitu mengagumi Jokowi. Karena terbiasa mengabaikan rakyat, para elit ini sudah kehilangan sensitivitasnya, sehingga sekedar untuk mengerti apa yang dibutuhkan rakyat dari pemimpinnya-pun sudah tak mampu. Lihat saja, dalam setiap survey-pun jarang sekali perntanyaan ini dimunculkan, “kenapa rakyat banyak mengunggulkan Jokowi?’, Apa kelebihan Jokowi ini dibandingkan ARB, Prabowo, JK, Wiranto dsb?
Para elit ini semakin kelihatan tak mau belajar. Ini terlihat dari berbagai isue yang selalu diusung dari tahun ke tahun, dari pemilu ke pemilu, yakni soal Jawa-non Jawa, Sipil-Militer dsb. Isue seperti ini benar-benar sudah usang dan membodohi mereka sendiri. Isu Sipil-Militer yang ditiupkan PD, terlihat begitu telanjang kepentingannya karena ingin menaikkan Pramono EW. Lihat saja kader seperti RUhut Sitompul begitu membanggakan ketokohan militernya PEW. Bahkan dia dengan lantang berkata bahwa Indonesia akan kuat jika dipimpin oleh militer. Mereka ini lupa, bahwa tak semua tokoh militer berjiwa pahlawan. Ada juga pemimpin dari militer yang tidak gagah berani, tidak bernai mengambil keputusan, bahkan lebih senang curhat daripada membuat solusi.
Mereka juga tak mampu membaca bahwa rakyat sudah jenuh dengan pemimpin yang suka berorasi, berpuisi atau bahkan suka bernyanyi. Rakyat sekarang butuh pemimpin yang ada dan hadir ketika rakyat membutuhkan. Pemimpin yang mau menyentuh pundak dan menyalami rakyatnya, dan pemimpin yang mau berempati dan sederhana ketika rakyat sedang kekurangan. Karena itu, jangan salahkan Jokowi jika rakyat menginginkannya menjadi pemimpin di tahun 2014 nanti.
Source : FB
No comments:
Post a Comment